BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah lokal daerah
memiliki karakteristik serta keunikan yang berbeda di masing-masing daerah.
Sejarah daerah tidak akan terlepas dari cerita-cerita rakyat yang diwariskan
secara turun temurun dari generasi ke generasi, termasuk dengan kebudayaan yang
didalamnya terdapat nilai dan norma serta menjadi warisan sosial dan hanya akan
dimiliki oleh warga masyarakat
pendukungnya dengan jalan mempelajarinya melalui pengalaman hidup dengan
lingkungannya, petunjuk-petunjuk simbolis maupun komunikasi simbolik.
Begitupun dengan masyarakat
mandar. Khususnya di daerah Sendana sebagai salah satu kecamatan di Majene
Sulawesi Barat yang sarat dengan sejarah serta kebudayaan yang masih dapat kita
jumpai dibeberapa tempat sampai sekarang. Olehnya itu sejarah lokal merupakan
hal yang sangat kompleks dan memiliki banyak aspek dari keseluruhan pengalaman di
masa lalu meliputi aspek sosial budaya, bahasa, politik, agama, batas wilayah
dan lain-lain dalam suatu wilayah tertentu.
Dengan demikian penulis mencoba
menggali dan mengkaji salah satu desa tempat kelahiran pemakalah sendiri yaitu
Asal usul Desa Totolisi Sendana berdasarkan sumber-sumber lisan dan tulisan cerita-cerita rakyat Sulawesi Barat.
1.2 Rumusan Masalah
Dari
paparan di atas, dapat dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut:
1)
Bagaimana
sejarah umum Desa Sendana?
2)
Apa
yang melatarbelakangi asal mula penamaan Desa Totolisi Sendana?
3)
Bagaimana
sistem sosial dan perkembangan masyarakat Desa Totolisi Sendana?
1.3 Tujuan Penulisan
1) Untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Sosial Budaya.
2) Untuk
menambah pengetahuan tentang sejarah suatu Desa.
3) Untuk melestarikan
tradisi yang hampir punah.
1.4 Manfaat Penulisan
1) Bagi penulis
dapat memperoleh pengetahuan mengenai sejarah penamaan desa tempat kelahiran
serta melestarikannya sebagai bukti kecintaan pada daerah sendiri.
2)
Bagi pembaca dapat menambah wawasan mengenai asal usul
serta kebudayaan Suku Mandar khususnya Desa Totolisi Sendana.
1.5 Metode Penelitian
Untuk mendapatkan data yang benar dan dapat
dipertanggungjawabkan, penulis menggunakan beberapa metode sebagai berikut:
1)
Metode kepustakaan
Metode ini sangat penting untuk mengetahui teori-teori
atau konsep-konsep yang sesuai dengan obyek yang diteliti. Teori-teori ini
didapatkan dari buku-buku, majalah, dan informasi dari internet yang
berhubungan dengan obyek yang diteliti. Disamping itu metode kepustakaan sangat
membantu dalam pengumpulan data, seperti data penduduk, luas wilayah dan
sebagainya.
2)
Metode Lapangan
Dalam penggunaan metode lapangan ada beberapa cara
atau teknik yang digunakan penulis untuk mendapatkan informasi serta terjun
langsung ke obyek yang diteliti, teknik tersebut adalah:
a.
Observasi lapangan
Observasi dilakukan pada tempat-tempat yang ditentukan
dengan hasil penjajakan lapangan.
b.
Wawancara
Wawancara dilakukan dengan beberapa sesepuh di Desa
Totolisi Sendana serta warga masyarakat yang berhubungan langsung dengan obyek
yang diteliti.
c.
Rekaman
Untuk meperlancar jalannya wawancara, penulis
menggunakan pula alat elektronik berupa rekaman.
d.
Validasi data
Validasi data sangat diperlukan dalam penelitian agar
diperoleh hasil yang dapat dipertanggungjawabkan.
BAB II
Kajian
Penamaan Desa
2.1 Sejarah Umum Daerah Sendana
Kerajaan sendana, kerajaan di daerah
Mandar. Tergabung dalam persekutuan Pitu
Baqbana Binanga (tujuh kerajaan di muara sungai) dengan status sebagai Ibu
(Kerajaan Balanipa sebagai Bapak). Sendana di temukan oleh Daeng Tumana Tomakaka Tabulahang dari Pitu Ulunna Salu (tujuh kerajaan di hulu sungai). Adik kandung Daeng Tumana bernama Daeng Palulung yang
memperistrikan Tomesaraung Bulawang
puteri Raja Bone datang bermukim di Saqdawang (daerah Sendana). Daeng Palulung dan Tomesaraung bulawang adalah raja dan permaisuri pertama Kerajaan
Sendana menurut A.M.Mandra.
Daeng palulung di tempat itu Buttu Soso’ (Saqdawang) di daerah Somba
Sendana, mendirikan Kerajaan Sendana
sekitar abad ke-9 Miladiyah dengan gelar Arayang di Sendana. Cakkuriri panji
kerajaan di ambil alih di batas Mamuju. Batas-batas Kerajaan Sendana yaitu
sebelah utara berbatasan dengan Malunda, sebelah timur berbatasan dengan daerah
Lembang Mapi, sebelah selatan berbatasan dengan Kerajaan Pamboang dan sebelah
barat berbatasan dengan Selat Makassar.
Pada masa Daeng Palulung-Tomesaraung Bulawang menjadi”Puatta” sampai istana raja berdiri di Saqadawang. Mulai saat itu
di kenal istilah Tomemmara-maraqdia
(orang yang ingin menjadi raja) yang akhirnya menjadi Maraqdia (Raja) dan meningkat lagi menjadi Arayang (Kerajaaan). Istilah dan fungsi Pappuangang dan Puatta
masih tetap ada sebagai hadat yang mempunyai tugas pokok badan “legislatif”
sekaligus memimpin daerah dan penduduk asli daerah.
2.2 Latar Belakang Nama Desa Totolisi Sendana
Penamaan
Desa Totolisi tidak dapat terlepas dari sejarah kerajaan Sendana. Berawal dari
datangnya To Saragiang atau lebih
dikenal dengan To Ala’ dari
pegunungan Balanipa (ada pula yang berpendapat bahwa suku To ala’ ini adalah
leluhur orang Toraja) yang berkunjung ke kerajaan Sendana untuk silaturahmi
dengan Maraqdia Sendana (Raja
Sendana) yang merupakan persekutuan kerajaan-kerajaan Pitu Baqbana Binanga ( Tujuh kerajaan di Muara Sungai).
Setelah beberapa lama tinggal disana,
kemudian To ala’ berencana kembali ke
kampung halamannya (Lisu), namun
kepergiannya tersebut tidak disetujui oleh Maraqdia
Sendana (Raja Sendana) lalu kemudian Maraqdia
berjanji akan memberikan jaminan bahwa ia tidak akan dijadikan budak dan akan
dimerdekakan serta memberikannya tanah yang cukup luas untuk ditempati.
Kemudian To ala’ mengurungkan niatnya
untuk kembali, dan memutuskan untuk menetap didaerah baru tersebut lalu menikah
dengan penduduk asli daerah tersebut yakni Totolisi yang berasal dari kata To lisu (Orang yang akan kembali ke
kampung halamannya). Kemudian dihaluskan atau dirubah sesuai dialek mandar dan
disinilah cikal bakal penamaan desa Totolisi menurut penuturan dari Bapak Yasma,
mantan kepala dusun Totolisi Selatan (yang juga merupakan keturunan asli
penduduk Totolisi).
Dahulu sebelum menjadi Desa, dusun
Totolisi terbagi-bagi menjadi beberapa tempat dengan nama-nama yang berbeda
yakni di bagian selatan disebut dengan Baluno,
kemudian dibagian utara Baluno berbatasan dengan Marrambaolu kemudian Marrambaolu berbatasan dengan Banua-banua lo’beq lalu dibagian paling
utara berbatasan dengan Parappeq. Sebutan Totolisi dahulu hanya disematkan pada
daerah Baluno saja, kemudian lambat laun wilayah Totolisi meluas hingga sampai
ke perbatasan Parappeq bagian utara,
dan sejak saat itu nama Totolisi dijadikan sebagai sebuah dusun serta saat ini
sudah menjadi salah satu Desa di Kecamatan Sendana, Majene Sulawesi Barat.
2.3
Kondisi Sosial serta Perkembangan Masyarakat Desa Totolisi Sendana
A. Pemerintahan
1) Sebelum masa kemerdekaan
Masyarakat mandar menerapkan sistem
pemerintahan monarki (kerajaan). Dalam hal ini Desa Totolisi Sendana merupakan
bagian kekuasaan wilayah Kerajaan Sendana yang dipimpin oleh seorang Maraqdia (Raja). Umumnya para raja
(Maraqdia) di bantu oleh suatu badan mejelis yang memiliki anggota tertentu
yang disebut Ada’ Sappulo Da’dua Sokko’
(Adat duabelas orang) yang kemudian ditugaskan untuk memimpin wilayah dan
setiap wilayah dipimpin oleh paqbicara
yang bertugas sebagai pemimpin (legislatif) dan pemangku adat wilayah tertentu.
Dalam Mandar dikenal empat kasta sosial masyarakat sebagai berikut:
a) Maraqdia adalah Raja atau pemimpin kerajaan.
b) Pappuangan adalah Pemangku adat dimasing-masing daerah
kekuasaan kerajaan.
c) To dziang Layyana orang yang memiliki hubungan kekerabatan
dengan Maraqdia.
d) Tau batua
adalah budak.
e) Tau Maradika
adalah orang yang merdeka, tidak memiliki hubungan kekerabatan dengan Maraqdia dan juga bukan budak.
2) Sesudah
masa Kemerdekaan
Sistem pemerintahan masyarakat
Mandar berubah menjadi sistem pemerintahan Demokrasi yang masuk dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan secara otomatis
kerajaan-kerajaan yang ada dihapus, namun gelar Maraqdia dan Pappuangan masih
tetap ada sampai sekarang, gelar dzaeng
sekarang diartikan sebagai keturunan Maraqdia
(Raja), serta gelar puang adalah
keturunan dari pappuangan (pemangku
adat).
Desa Totolisi Sendana adalah
salah satu Desa di Kecamatan Sendana, Majene, Sulawesi Barat yang merupakan hasil pemekaran dari Desa Sendana
yang baru berpisah dan terbentuk sejak
tahun 2010. Desa Totolisi Sendana terdiri dari empat dusun yakni dusun Totolisi
selatan, Totolisi, Totolisi tengah dan Totolisi utara.
Sejak ditetapkannya sebagai salah satu Desa
di Kecamatan Sendana, Desa ini baru memiliki 1 Kepala Desa sebagai berikut:
No
|
Kepala Desa
|
Masa Jabatan
|
1
|
Abdul Kadir
|
2010 – 2015
|
2
|
(Masih dalam tahap pemilihan)
|
-
|
Adapun kepala Dusun Totolisi Sendana
sebagai berikut:
No
|
Kepala Dusun
|
Dusun
|
Masa Jabatan
|
1
|
Saeri
|
Totolisi Selatan
|
2010- 2015
2015 -2020
|
2
|
Saipul
|
Totolisi
|
2010 - 2015
2015 - 2020
|
3
|
M. Ma’ruf, S.Pd.
|
Totolisi Tengah
|
2010- 2015
2015 - 2020
|
4
|
Rusman, S.Pd.SD.
|
Totolisi Utara
|
2010 - 2015
2015 - 2020
|
B. Geografis
Luas wilayah Desa Totolisi Sendana
sekitar 1.825 km/ha, dengan jumlah penduduk pada tahun 2014 berjumlah
1.536
Jiwa terdiri dari 344 kepala keluarga
dan 432 rumah.
.
Jarak Desa Totolisi ke Somba sebagai
Kecamatan sekitar 7 km, dan jarak Totolisi Sendana ke Majene berjarak 38 km
sedangkan jarak Totolisi ke Ibukota Provinsi Sulawesi Barat yakni Mamuju
berjarak 125 km.
Perbatasan
wilayah Totolisi Sendana meliputi:
a)
Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa
Binanga
b)
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa
Palipi
c)
Sebelah Timur berbatasan dengan Desa
Pundau
d) Sebelah
Barat berbatasan dengan laut selat makassar
C. Mata Pencaharian
Dahulu pada masa awal
kependudukan masyarakat Totolisi memiliki mata pencaharian sebagai petani dan
bercocok tanam. Setelah masa penjajahan dan masa kemerdekaan mayoritas
masyarakat Totolisi Sendana bekerja sebagai nelayan karena daerah Desa Totolisi
berada di pesisir pantai, namun sebagian yang lain juga ada yang bekerja
sebagai petani. Sekarang ini sekitar 67%
dari populasi penduduk memiliki mata pencaharian sebagai nelayan atau pelaut
kemudian 26% adalah petani sedangkan 7% lainnya adalah Pegawai, Pedagang, Supir
angkot, dan Tukang Bangunan. Desa Totolisi Sendana juga dikenal sebagai salah
satu Desa penghasil ikan di Majene Sulawesi barat.
D. Bahasa
Tiap-tiap daerah di Mandar memiliki sub
bahasa serta dialek yang sedikit berbeda dengan daerah mandar lainnya, namun sub
kelompok bahasa mandar Baqbana Binanga (Wilayah Polewali sampai Majene)
meliputi dialek Balanipa, Banggae, Pamboang dan Sendana dijadikan sebagai
bahasa induk. Seperti halnya masyarakat
mandar pada umumnya, warga masyarakat Desa Totolisi Sendana menggunakan bahasa
Mandar, namun ada beberapa sub bahasa, dialek dan logat yang sedikit berbeda
dengan daerah mandar lainnya. Bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi adalah
bahasa Mandar wilayah Sendana.
E.
Agama
Kepercayaan Islam telah masuk ke daerah
mandar semenjak masa sebelum penjajahan yakni sekitar abad ke-18 Masehi atau
sekitar tahun1870-an. Pengaruh Islam masuk bersamaan dengan tumbuh dan
berkembangnya kerajaan-kerajaan di mandar. Yang terkenal dengan petuahnya,”Keqdeangi sambayang lima wattu sawa’ iyamo
tu’u pewongang diahera” ( Dirikanlah sholat 5 waktu karena itu sebagai
amalan yang kita bawa ke alam baqa). Sehingga
sejak saat itulah sampai sekarang semua warga masyarakat Mandar pesisir pantai
khususnya masyarakat Desa Totolisi Sendana beragama Islam tanpa terkecuali.
F. Pernikahan
Islam masuk ke
kabupaten Majene terkhusus di Desa Totolisi Sendana dan berasimilasi dengan
budaya lokal sehingga terwujudlah sistem perkawinan adat mandar, seperti
pemakaian baju adat yakni bayu pattu’du (pakaian khas pernikahan
adat mandar), lipa’ saqbe (sarung
saqbe), badawara (kain renda penutup
kepala yang digunakan oleh wanita yang sudah bergelar haji) dan sokko’ bone (songkok
Bone) yang masih dipakai dalam prosesi pernikahan dan dilaksanakan serta dapat
disaksikan sampai sekarang ini.
G. Makanan khas
Setiap daerah memiliki makanan khas
masing-masing yang menggambarkan keunikan dan ciri khas dimasing-masing daerah.
Seperti masyarakat mandar pada umumnya
makanan khas masyarakat Desa Totolisi Sendana yakni Jepa, buras, bau piapi, banggulung tapa, sokkol lameayu, baye, golla kambu, buroccong
dan lain sebagainya yang sama dengan daerah mandar lainnya yakni daerah Majene,
Polewali dan sekitarnya.
H. Sarana Pendidikan
Sarana Pendidikan terdiri dari :
1) Taman
Kanak-kanak :
- TK Dewi Sartika
- TK
Pertiwi
2) Sekolah Dasar :
- SDN. No. 08 Totolisi Selatan
- SDN.
No. 21 Inpres Totolisi Utara
3) - MTs DDI Totolisi
I. Sarana kemasyarakatan
1) Kantor Lurah 1 buah
2) Gedung Serbaguna 1 buah
3) Puskesmas 1 buah
4) Masjid :
- Masjid Syuhada 45 dusun Totolisi selatan
- Masjid Al-Musyahadah dusun Totolisi
- Masjid Nurul Jama’ah dusun Totolisi tengah
- Masjid Nurul Iman dusun Totolisi utara
5) Posyandu 4 buah di masing-masing dusun
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan
bahwa penamaan Desa Totolisi tidak
terlepas dari pemerintahan kerajaan Sendana, kata Totolisi berasal dari Tolisu
(kembali ke kampung halaman) yang diubah sesuai dialek mandar, kemudian kata
inilah yang disematkan pada sebuah tanah yang cukup luas yang kemudian daerah Totolisi
meluas hingga dijadikan sebuah dusun. Pada awalnya Desa Totolisi tergabung
dalam Desa Sendana yang kemudian pada awal tahun 2009 memisahkan diri dan
membentuk pemerintahan Desa Totolisi Sendana. Kemudian seiring berjalannya
waktu kondisi sosial dan budaya meliputi aspek mata pencaharian, pemerintahan,
geografis, sarana dan prasarana dan lain sebagainya berkembang sesuai dengan
keadaan zaman.
Saat ini Desa Totolisi Sendana memiliki
empat dusun yakni Dusun Totolisi selatan, Totolisi, Totolisi tengah dan
Totolisi utara. Karena Desa ini masih baru maka diperlukan kerjasama yang
kompak dari Kepala Desa serta perangkatnya dan masyarakat untuk membenahi dan
memajukan Desa Totolisi Sendana ke arah yang lebih baik.
3.2 Saran
Selayaknya generasi
muda penerus bangsa harus mencintai dan menghargai kebudayaan lokal serta
sejarah daerah masing-masing. Sejarah sangat
penting untuk diketahui karena sejarah dapat dijadikan pedoman untuk bercermin
di masa depan. Saat ini banyak generasi muda yang tidak peduli dan tidak
berminat dengan sejarah.
Dengan demikian hendaknya untuk generasi
selanjutnya dapat menumbuhkembangkan kecintaan dan kepedulian terhadap
kebudayaan lokal dan sejarah, baik sejarah lokal, maupun sejarah lainnya untuk
menambah wawasan serta ikut menjaga dan melestarikannya yang berguna bagi anak
cucu kelak.
Daftar
Pustaka
Ahmad.
2001. Sistem Upacara Tradisional Mandar.
Makassar : Wilda Setiakarya.
H.
Ahmad Asdy.2010. Ensiklopedi : Arti dan
Makna Bahasa Mandar. Balanipa : Yayasan Maha Putra Mandar.
Ahmad
Syarif Maulana. 2012. Makalah Asal usul
Sejarah Desa Patobong Kec. Mattiro Sompe Kab. Pinrang. http://www.syarifshare.info/2012/06/makalah-asal-usulsejarah-desa-patobong.html
(diakses
25 Desember 2015).
Danang
H.S.U. 2014. Cara Membuat Makalah Asal
Usul Desa : Laporan
Penelitian Sejarah Asal Usul dan Perkembangan Desa Kancilan Kecamatan Kembang
Kabupaten Jepara. http://danangsusilo13.blogspot.co.id
(diakses 25
Desember 2015).
Hendy Indra Setiawan. 2010. Makalah Sejarah Desa Balupulang. http://hydrast88.blogspot.co.id/2011/10/v-behaviorurldefaultvmlo.html (diakses 25 Desember 2015).
Wisnu
Kawo. 2013. Asal Usul Desa Gegelang Lingsar Lombok Barat.
http://kawirianwisnu.blog.com/asal-usul-desa-gegelang-lingsar-lombok-barat/
html (diakses 25 Desember 2015).
LAMPIRAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar