Kamis, 12 Januari 2017



LAPORAN
HASIL OBSERVASI
  DI SLB – B  YPPLB MAKASSAR
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“PENDIDIKAN ANAK TUNARUNGU”

 





Oleh:
WILDAYATI (1545041006)



Kelas : A
PENDIDIKAN LUAR BIASA
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2016


Kata Pengantar
Assalamu alaikum warohmatullohi wabarokatuh...
       Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena   berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Hasil Observasi tepat pada waktunya, laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu  tugas mata kuliah Pendidikan Anak Tunarungu.
      Observasi dilaksanakan pada tanggal 18-19 Maret dan 8-9 April 2016, bertempat di SLB – B YPPLB Makassar.
      Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga laporan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini.
      Semoga Laporan ini memberikan informasi bagi pembaca, mahasiswa dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
                                                                                                         
Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh ...


Makassar, 15 April 2016


Wildayati






DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................... i
Kata Pengantar................................................................................................... ii
Daftar Isi.............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................. 2
1.4 Manfaat Penulisan........................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 3
2.1 Pengertian Anak Tunarungu............................................................................ 3
2.2 Pengklasifikasian Anak Tunarungu................................................................. 4
2.3 Faktor-faktor Penyebab Ketunarunguan......................................................... 6
2.4 Identitas.......................................................................................................... 8
2.5 Karakteristik Anak Tunarungu........................................................................ 11
2.6 Masalah-masalah yang Dialami Anak Tunarungu........................................... 17
2.7 Dampak Ketunarunguan bagi Individu, Keluarga, Masyarakat, dan Penyelenggara Pendidikan            18

BAB III PENUTUP............................................................................................ 21
3.1 Kesimpulan...................................................................................................... 21
3.2 Saran................................................................................................................ 21

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 22

LAMPIRAN........................................................................................................ 23



BAB I
PENDAHULUAN
1.1     Latar Belakang
 Setiap manusia memiliki keunikan dan karakteristik yang berbeda-beda, memiliki kelebihan dan kekurangan yang merupakan takdir serta anugerah yang diberikan Tuhan kepada makhluk-Nya. Di dunia ini tidak ada satu orangpun yang benar-benar sama bahkan anak kembar identik sekalipun, adanya perbedaan memberikan warna-warni kehidupan dan membuat dunia ini menjadi lebih indah.
Demikian pula di lingkungan kita, disamping ada anak-anak pada umumnya (normal) ada pula anak-anak yang memiliki kekhususan tersendiri, kekhususannya pun berbeda-beda antara satu dengan yang lain, seperti anak tunarungu dengan keterbatasannya pada pendengaran.      
Pendengaran sendiri merupakan indera yang sangat penting bagi manusia. Melalui indera pendengaran, manusia dapat menangkap dan menyadari suara-suara sekelilingnya, seperti suara orang berbicara, suara musik, suara air mengalir, suara hewan dan suara-suara lainnya. Pendengaran merupakan media untuk berkomunikasi secara lisan. Melalui pendengaran kita dapat mendengar dan mengerti pesan yang disampaikan pembicara.
Demikian juga kita dapat menerima berbagai informasi, baik tentang hal-hal yang terjadi di sekitar kita ataupun kejadian-kejadian yang jauh dari tempat kita, baik melalui media TV, radio, internet dll.    
Namun, lain halnya dengan anak-anak yang mengalami hambatan pada pendengaran (tunarungu), mereka kurang/tidak mampu menerima berbagai informasi menggunakan indera pendengarannya. Oleh karena itu, mereka memerlukan pendidikan dan pelayanan khusus untuk  ditangani sesuai dengan kebutuhannya.




1.2         Rumusan Masalah
1)      Apa yang dimaksud dengan anak tunarungu?
2)      Apa saja pengklasifikasian tunarungu?
3)      Bagaimana perbandingan antara karakteristik anak tunarungu secara teoritis dan lapangan?
4)      Apa penyebab terjadinya ketunarunguan?
1.3.   Tujuan Penulisan
            Adapun tujuan penulisan laporan sebagai berikut:
1)        Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Anak Tunarungu.
2)        Untuk mengetahui pengklasifikasian tunarungu.
3)        Untuk mengetahui perbandingan karakteristik anak tunarungu secara teoritis dan lapangan.
4)        Untuk mengetahui penyebab terjadinya ketunarunguan.
1.4. Manfaat Penulisan
             Adapun manfaat dari penulisan laporan ini sebagai berikut:
1)    Bagi Mahasiswa khususnya Pendidikan Luar Biasa yang nantinya menjadi calon guru, dapat lebih dekat dengan lingkungan SLB, serta dapat dijadikan bekal dasar pengetahuan dalam memahami pendidikan khusus yang diberikan pada anak tunarungu.
2)   Bagi pembaca, memiliki wawasan pengetahuan, khususnya pada  ketunarunguan.




BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian  Anak  Tunarungu
       Anak tunarungu merupakan anak yang mempunyai gangguan pada pendengarannya sehingga tidak dapat mendengar bunyi dengan sempurna atau bahkan tidak dapat mendengar sama sekali, dengan kata lain anak tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengaranya dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak terhadap kehidupannya secara kompleks.tetapi dipercayai bahwa tidak ada satupun manusia yang tidak bisa mendengar sama sekali.
              Istilah tunarungu diambil dari kata “tuna” dan “rungu”, tuna artinya kurang dan rungu artinya pendengaran.Walaupun sangat sedikit, masih ada sedikit pendengaran yang masih bisa dioptimalkan pada anak tunarungu tersebut. Berkenaan dengan tunarungu, terutama tentang pengertian tunarungu terdapat beberapa pengertian sesuai dengan pandangan dan kepentingan masing-masing.
      Menurut Andreas Dwidjosumarto (dalam Sutjihati Somantri, 1996:74) mengemukakan bahwa: seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan tunarungu. Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu tuli (deaf) atau kurang dengar (hard of hearing). Tuli adalah anak  yang indera pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf berat sehingga pendengarannya tidak berfungsi lagi. Sedangkan kurang dengar adalah anak  yang indera pendengarannya mengalami kerusakan, tetapi masih dapat berfungsi untuk mendengar, baik dengan maupun tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing aids).
        Hallahan dan Kauffman (1991) serta Hardman (1990, dalam Hernawati 2007) mengemukakan bahwa orang tuli (a deaf person) adalah seseorang yang mengalami ketidak mampuan mendengar, sehingga mengalami hambatan dalam memproses informasi bahasa melalui pendengarannya. Sedangkan orang yang kurang dengar (a hard of hearing) adalah seorang yang memungkinkan untuk memproses informasi bahasa. Orang dengan gangguan ini biasanya menggunakan alat bantu dengar. Jika dilihat secara fisik, anak tunarungu tidak berbeda dengan anak dengar pada umumnya, namun setelah diajak berkomunikasi barulah diketahui bahwa anak tersebut mengalami ketunarunguan.
      Murni Winarsih (2007: 22) mengemukakan bahwa tunarungu adalah suatu istilah umum yang menunjukkan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai berat, digolongkan ke dalam tuli dan kurang dengar. Orang tuli adalah yang  kehilangan kemampuan mendengar sehingga menghambat proses informasi  bahasa melalui pendengaran, baik memakai ataupun tidak memakai alat bantu dengar dimana batas pendengaran yang dimilikinya cukup memungkinkan keberhasilan proses informasi bahasa melalui pendengaran.
        Dari beberapa pengertian dan definisi tunarungu di atas dapat disimpulkan bahwa anak tunarungu adalah anak yang memiliki gangguan dalam pendengarannya,baik secara keseluruhan ataupun masih memiliki sedikit pendengaran. Sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus untuk menangani kebutuhannya.
2.2 Pengklasifikasian anak Tunarungu
       Pada umumnya klasifikasi anak tunarungu dibagi atas dua golongan atau kelompok besar yaitu tuli dan kurang dengar. Klasifikasi mutlak diperlukan untuk layanan pendidikan khusus. Hal ini sangat menentukan dalam pemilihan alat bantu mendengar yang sesuai dengan sedikit pendengarannya dan menunjang lajunya pembelajaran yang efektif. Dalam menentukan ketunarunguan dan pemilihan alat bantu dengar serta layanan khusus akan menghasilkan akselerasi secara optimal dalam mempersepsikan bunyi bahasa dan wicara. 
      Klasifikasi anak tunarungu menurut Samuel A. Kirk :
1)      0 db :
Menunjukan pendengaran yang optimal
2)      0 – 26 db :
Menunjukan seseorang masih mempunyai pendengaran yang optimal
3)      27 – 40 db :
Mempunyai kesulitan mendengar bunyi – bunyi yang jauh, membutuhkan tempat duduk yang strategis letaknya dan memerlukan terapi bicara .
( tergolong tunarungu ringan )
4)      41 – 55 db :
Mengerti bahasa percakapan, tidak dapat mengikuti diskusi kelas, membutuhkan alat bantu dengar dan terapi bicara ( tergolong tunarungu sedang )
5)      56 – 70 db :
Hanya bisa mendengar suara dari jarak yang dekat, masih punya sedikit pendengaran untuk belajar bahasa dan bicara dengan menggunakan alat Bantu dengar serta dengan cara yang khusus. (tergolong tunarungu berat )
6)      71 – 90 db :
Hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat, kadang – kadang dianggap tuli, membutuhkan pendidikan khusus yang intensif, membutuhkan alat bantu dengar dan latihan bicara secara khusu
( tergolong tunarungu berat )
7)      91 db :
Mungkin sadar akan adanya bunyi atau suara dan getaran, banyak bergantung pada penglihatan dari pada pendengaran untuki proses menerima informasi dan yang bersangkutan diangap tuli ( tergolong tunarungu berat sekali ).
                    Dampak langsung dari ketuna runguan adalah terhambatnya komunikasi verbal/lisan secara ekspresif melalui bicara maupun reseptif, yakni memahami pembicaraan orang lain. Salah satu penyebab sederhana dari tuna wicara adalah gangguan pendengaran yang tidak terdeteksi sejak dini, sehingga menyebabkan kurangnya stimulisasi bahasa sejak lahir. Hal ini menyebabkan ketuna runguan diidentikkan dengan tuna wicara. Klasifikasi dalam dunia pendidikan diperlukan untuk menentukan bagaimana intervensi yang akan dilakukan lembaga terkait.

2.3   Faktor-faktor Penyebab Ketunarunguan
1. Faktor dalam Diri Anak
    Faktor dari dalam diri anak ini ada beberapa hal yang bisa menyebabkan ketunarunguan, antara lain:
a)        Disebabkan oleh faktor keturunan dari salah satu atau kedua oeangtuanya yang mengalami ketunarunguan. Banyak kondisi yang genetik yang berbeda sehingga dapat menyebabkan ketunarunguan. Transmisi yang disebabkan oleh gen yang dominan represif dan berhubungan dengan jenis kelamin. Meskipun sudah menjadi pendapat umum bahwa keturunan merupakan salah satu penyebab ketunarunguan, namun belum ada kepastian berapa persen ketunarunguan yang disebabkan oleh faktor keturunan, hanya perkiraan (Moores) 1982 adalah 30 sampai 60%.
b)        Ibu yang sedang mengandung menderita penyakit Campak Jerman (Rubella). Penyakit rubella pada masa kandungan tiga bulan pertama akan berpengaruh buruk pada janin. Rubella dari pihak ibu merupakan penyebab yang paling umum dikenal sebagai penyebab ketunarunguan.
c)        Ibu yang sedang mengandung menderita keracunan darah atau Toxaminia, hal ini bisa mengakibatkan kerusakan pada plasenta yang berpengaruh terhadap pertumbuhan janin. Jika hal tersebut menyerang syaraf atau alat-alat pendengaran, maka anak tersebut akan lahir dalam keadaan tunarungu.

2.  Faktor luar Diri Anak
a)    Anak mengalami infeksi pada saat dilahirkan atau kelahiran. Misal anak terserang Herpes Implex, jika infeksi ini menyerang alat kelamin ibu dapat menular pada saat anak dilahirkan. Demikian penyakit kelamin lainnya, dapat ditularkan melalui terusan jika virusnya masih dalam keadaan aktif. Penyakit-penyakit yang ditularkan oleh ibu kepada anak yang dilahirkannya dapat menimbulkan infeksi yang dapat menyebabkan kerusakan pada alat-alat atau syaraf pendengaran.
b)   Meningitis atau Radang Selaput Otak
      Dari hasil penelitian para ahli tentang ketunarunguan yang disebabkan karena miningitis antara lain penelitian yang dilakukan oleh Vermon (1968), sebanyak 8,1%, Ries (1973) melaporkan 4,9%, sedangkan Trybus (1985) memberikan keterangan sebanyak 7,3%.
c)  Otitis Media (Radang telinga bagian tengah)
      Otitis Media adalah radang pada telinga bagian tengah sehingga menimbulkan nanah , dan nanah tersebut mengumpul dan mengganggu hantaran bunyi. Jika kondisi ini kronis dan tidak segera diobati, penyakit ini bisa menimbulkan kehilangan pendengaran yang tergolong ringan sampai sedang. Otitis Media sering terjadi pada masa anak-anak sebelum mencapai usia 6 tahun. Otitis Media juga dapat ditimbulkan karena infeksi pernapasan atau pilek dan penyakit anak-anak seperti Campak.
d)       Penyakit lain atau kecelakaan yang dapat mengakibatkan kerusakan alat-alat pendengaran bagian tengah dan dalam.
       














2.4    IDENTITAS
       Hasil Observasi di SLB – B YPPLB Makassar
a.      Pelaksanaan observasi
Hari/tanggal             :  Jum’at-Sabtu 18 – 19 Maret
                                    dan 8 – 9 April 2016
Tempat                    :  SLB – B YPPLB  Cendrawasih Makassar

b.      Identitas/profil sekolah  
Nama Sekolah                                 :  SLB – B YPPLB Makassar
NPSN                                              :  40313853
N.S.S                                               :  802196001169
Provinsi                                            :  Sulawesi Selatan
Otonomi                                          :  Kota Makassar
Kecamatan                                       :  Mariso
Desa/Kelurahan                               :  Kampung Buyang
Jalan dan Nomor                             :  Cendrawasih I No 226 A
Kode Pos                                         :  90121
Telepon dan Faks                            :  Kode Wilayah : 0411
Nomor : 851889
Daerah                                             :  Perkotaan
Status Sekolah                                 :  Swasta
Tahun Berdiri                                  :  1958
Tahun Perubahan                             :  1984
Kegiatan Belajar/Mengajar              :  Pagi
Bangunan Sekolah                           :  Milik Sendiri
Luas Bangunan                                :  L : 1073
Jarak ke Pusat Kecamatan               :  2 Km
Jarak ke Pusat OTODA                   :  1 Km
Terletak pada lintasan                      :  Kabupaten/Kota
Jumlah Keanggotaan Rayon            :  4
Organisasi Penyelenggara                :  Yayasan
c.       Identitas Wali kelas TKLB A
Nama           : Rukiah Marhabang, S.Pd.
NIP              : 19580123 198312 2 002
Alamat         : Jl. Balang Baru No. 7 Makassar

d.      Identitas Siswa
 








Nama                                   :  Raisya Febriana Rasyid 
Tempat tanggal lahir            :  Makassar, 12 Februari 2010
NIS                                      :  151601053
Jenis Kelamin                      :  Perempuan
Agama                                 :  Islam
Nama Orangtua      
         Ayah                           :  Rasyid Ishak Alkaf
Ibu                               :  Hasniati
Pekerjaan Orangtua :
         Ayah                           :  Apoteker
         Ibu                               :  Selles Kosmetik
Nama Wali                           :  Hasfiani (Nenek)
Alamat                                 :  Jl. Kandea 2 Makassar



Raisya adalah seorang anak penyandang tunarungu sejak lahir. Menurut penuturan Walinya Ibu Hasfiani,  sebelum masuk di SLB – B YPPLB Makassar,  ia pernah disekolakan di TK umum bersama dengan teman-temannya yang mendengar, namun setelah dirasakan tidak adanya layanan khusus berkenaan dengan ketunarunguannya, orangtuanya menyekolahkan Raisya di SLB.
Raisya adalah anak pertama dari pasangan Rasyid Ishak Alkaf dan Hasniati. Mereka baru mengetahui bahwa anaknya mengalami tunarungu pada saat Raisya berumur 2 tahun, ditandai dengan ketidakpekaannya dalam mendengar, seperti ketika ibunya hendak memanggil dengan keras berkali-kali Raisya tidak menggubris, tidak kaget saat ada suara mendengung, dan tidak mendengar suara-suara benda jatuh.
Saat itulah kedua orangtua Raisya mulai panik dan seraya membawa Raisya ke dokter, bahkan berkali-kali mereka membawa Raisya ke beberapa dokter dengan biaya yang tidak murah. Namun, setelah diperiksa oleh dokter THT Raisya dinyatakan mengalami kerusakan cukup parah pada telinga kanan bagian dalam, begitupun dengan telinga kiri tetapi tidak separah telinga kanan secara otomatis Raisya tidak dapat mendengar dan disertai dengan ketidakmampuan berbicara, walau demikian Raisya masih bisa sedikit mendengar jika namanya disebut. Raisya masuk dalam kategori tunarungu sedang.   
Saat ini Raisya duduk di bangku TKLB A SLB – B YPPLB Makassar, setiap hari  ia diantar ke sekolah oleh ibu dan neneknya mengendarai sepeda motor, kemudian ketika jam pulang tiba, Neneknyalah yang mengantar  sang cucu pulang dengan mengendarai mikrolet (pete-pete).
Raisya tergolong anak yang cerdas, ia dapat memahami percakapan orang lain, misalnya ketika ditanyai siapa nama temannya maka ia akan langsung menunjuk ke papan absen yang bertuliskan nama-nama murid, lalu ia akan menunjukkan siapa nama temannya tersebut. Ia pandai menulis huruf, angka dan mulai belajar membaca Oral. Seperti pada saat gurunya memberikan tugas menulis huruf dan angka yang dicontohkan dipapan tulis,  Raisya selalu lebih dulu menyelesaikan tugasnya dengan baik dan benar, ia pandai dalam menulis, memahami bacaan tingkat sederhana, perhitungan, mewarnai dan menggambar, namun, Raisya sedikit hiperaktif, hampir tidak bisa diam, ia kadang-kadang tidak fokus dan sering menganggap dirinyalah yang terbaik, oleh sebab itu Raisya kadang-kadang membuat kesalahan pada tugasnya kemudian ia harus memperbaikinya kembali ketika ia sadar bahwa tulisannya salah sebelum dikumpul kepada guru.
Orangtua Raisya terutama ibunya sering memberikan pelajaran tambahan padanya setelah pulang sekolah, bahkan menurut penuturan neneknya, Raisya hampir setiap hari diajar menulis, membaca, dan menghitung sehingga tak heran Raisya dapat dengan mudah mengerjakan tugas-tugas yang diberikan gurunya di sekolah.

2.5  Karakteristik Anak Tunarungu
           Jika dibandingkan dengan ketunaan yang lain, ketunarunguan tidak tampak jelas, karena sepintas fisik mereka tidak kelihatan mengalami kelainan. Tetapi sebagai dampak dari ketunarunguannya, anak tunarungu memiliki karakteristik yang khas.
           Pada umumnya anak tunarungu hanya mengalami hambatan pada indra pendengarannya yang sedikit besarnya cukup berpengaruh pada intelegensinya. Seperti yang dialami oleh Raisya gadis kecil yang cantik ini, meskipun ia mengalami ketunarunguan, namun tidak terlalu berpengaruh dalam proses pembelajarannya, bahkan Raisya menunjukkan prestasi belajar yang baik bahkan hampir sama dengan anak-anak normal sesuai dengan usianya.
         Berikut ini diuraikan karakteristik anak tunarungu dilihat dari segi intelegensi, bahasa dan bicara, emosi serta sosial secara teoritis dan lapangan.
a.      Karakteristik secara teoritis
1.      Karakteristik Dalam Segi Intelegensi
        Pada dasarnya kemampuan anak tunarungu sama dengan anak-anak yang normal penglihatannya. Mereka ada yang intelegensinya tinggi, rata-rata adapula yang rendah.
        Pada umumnya anak tunarungu memiliki intelegensi normal atau rata-rata, akan tetapi karena perkembangan intelegensi sangat dipengaruhi oleh perkembangan bahasa, maka anak tunarungu akan menampakkan intelegensi yang rendah disebabkan oleh kesulitan memahami bahasa.       Perkembangan intelegensi anak tunarungu tidak sama cepatnya dengan anak yang mendengar karena anak mendengar belajar lebih banyak dari apa yang pernah didengarnya, misalnya cerita ibu tentang kota, acara-acara menarik di televisi dan sebagainya. Anak menyerap dari segala sesuatu yang didengarnya. Sedangkan hal tersebut tidak terjadi pada anak tunarungu.
2.      Karakteristik dalam segi Bahasa dan Bicara
      Kemampuan berbicara dan bahasa anak tunarungu berbeda dengan anak yang mendengar, hal ini disebabkan perkembangan bahasa sangat erat kaitannya dengan kemampuan mendengar.
      Perkembangan bahasa dan bicara anak tunarungu sampai pada masa meraban (bunyi ujar anak yang berusia 5-8 bulan) tidak mengalami hambatan karena meraban merupakan kegiatan alami pernafasan dan pita suara. Setelah masa meraban perkembangan bahasa dan bicara anak tunarungu terhenti. Pada masa meniru anak tunarungu terbatas pada peniruan yang sifatnya visual yaitu gerak dan isyarat. Perkembangan bicara selanjutnya pada anak tunarungu memerlukan pembinaan secara khusus dan intensif, sesuai dengan taraf ketunarunguan dan kemampuan-kemampuan yang lain.
      Bahasa adalah alat berfikir dan sarana utama seseorang untuk berkomunikasi, untuk saling menyampaikan ide, konsep dan perasaannya, serta termasuk didalamnya kemampuan untuk mengetahui makna kata serta aturan atau kaidah bahasa serta penerapannya.
      Karena anak tunarungu tidak bisa mendengar bahasa, kemampuan berbahasanya tidak akan berkembang bila ia tidak dididik atau dilatih secara khusus. Akibat dari ketidakmampuannya dibandingkan dengan anak yang mendengar dengan usia yang sama, maka dalam perkembangan bahasanya akan cukup tertinggal.

3.      Karakteristik dalam Segi Emosional dan Sosial
   Ketunarunguan dapat mengakibatkan terasingnya individu dari pergaulan sehari-hari, yang berarti mereka terasing dari pergaulan atau aturan sosial yang berlaku dalam masyarakat dimana ia hidup. Keadaan ini menghambat perkembangan kepribadian anak menuju kedewasaan. Akibat dari keterasingan tersebut dapat menimbulkan efek-efek negatif:
a)      Egontrisme yang melebihi anak normal
Daerah pengamatan anak tunarungu lebih kecil jika dibandingkan dengan anak yang mendengar. Daerah penglihatan jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan daerah pengamatan pendengaran. Untuk mereka yang mengalami ketunarunguan yang ringan (kurang dengar), mereka masih mampu untuk memasukkan “dunia luar” ke dalam dirinya walaupun dengan intensitas yang kecil.
         Anak tunarungu mendapat sebutan “pemata” karena pendengarannya tidak dapat menolong mereka dalam belajar bahasa, maka anak tunarungu mempelajari lingkungan dengan mata. Karena besarnya peranan penglihatan dalam pengamatan sifatnya akan selalu menarik dirinya ke suatu obyek yang ia ingin lihat dan bahkan kadang-kadang mereka ingin memilikinya, hal inilah yang menambah egosentrisme anak tunarungu.
b)     Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas
     Anak tunarungu mengalami perasaan takut ketika dirinya berada dilingkungan yang lebih luas. Hal ini disebabkan karena mereka sering merasa kurang menguasai keadaan yang diakibatkan oleh pendengarannya yang terganggu.
c)      Ketergantungan terhadap orang lain
    Sikap ketergantungan terhadap orang lain atau terhadap apa yang sudah dikenalnya dengan baik, merupakan gambaran bahwa mereka sudah putus asa dan selalu mencari bantuan serta bersandar pada orang lain.
d)     Perhatian mereka lebih sukar dialihkan
Suatu hal yang biasa terjadi pada anak tunarungu ialah menunjukkan keasyikan bila mengerjakan sesuatu, apalagi jika ia menyukai benda atau pandai mengerjakan sesuatu. Kesempitan berbahasa menyebabkan kesempitan berfikir seseorang. Alam pikiran mereka selamanya terpaku pada hal-hal yang sifatnya kongkrit, seluruh perhatiannya tertuju pada sesuatu dan sukar melepaskannya karena mereka tidak mempunyai kemampuan lain. Anak tunarungu sukar dalam memikirkan hal-hal abstrak.
e)      Mereka umumnya memiliki sifat yang polos, sederhana, dan tanpa banyak masalah
Mereka seakan-akan tidak mempunyai beban, bisa dengan mudah menyampaikan perasaan dan apa yang difikirkannya kepada orang lain tanpa memandang bermacam-macam segi yang mungkin akan menghalanginya. Anak tunarungu hampir tidak menguasai sesuatu ungkapan dengan baik, sehingga ia akan mengatakan langsung apa yang dimaksudkannya. Perasaan anak tunarungu biasanya dalam keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa.
            
b.      Perbandingan karakteristik secara teoritis dan lapangan

Aspek yang dinilai
Teoritis
 Fakta di Lapangan
Intelegensi
Kemampuan intelegensi Anak tunarungu hampir sama dengan anak “normal”, Anak tunarungu akan mempunyai prestasi lebih rendah jika dibandingkan dengan anak mendengar untuk materi pelajaran yang diverbalisasikan. Tetapi untuk materi yang tidak diverbalisasikan , prestasi anak tunarungu seimbang dengan anak mendengar.

 Kemampuan intelegensi anak tunarungu kurang lebih sama dengan anak normal, diantara mereka ada yang cerdas, rata-rata dan dibawah rata-rata.
    Raisya memiliki tingkat kecerdasan yang hampir sama dengan anak normal, ia dapat menulis, meniru huruf dan membaca meski baru belajar. Kemampuannya bisa dikatakan lebih diatas dari teman-temannya yang lain.
     Namun, untuk pelajaran yang dibahasakan Raisya kurang tanggap menerima pelajaran tersebut






Bahasa dan Bicara

Perkembangan bahasa anak tunarungu tidak berkembang sesuai usianya.
Perkembangan bicara anak terhenti setelah masa meraban.

Raisya mengerti jika diperintah menggunakan oral maupun bahasa isyarat. Misalnya jika ia disuruh menulis angka delapan, ia akan mengerti dan menulisnya walaupun terkadang responnya sedikit lambat.
  Raisya sama sekali tidak bisa mengatakan kalimat apapun, hanya bisa bersuara-suara keras tanpa dimengerti apa maksdunya, tetapi ekspresi wajah serta gerakan tangannya akan membantu orang yang melihat untuk memahami apa yang diinginkannya.







Emosi dan Sosial





















Emosi dan Sosial















Emosi dan Sosial
a.       Ketunarunguan yang dimiliki anak, membuat mereka terasing dari pergaulan sehari-hari.










b.      Egonsentrisme yang melebihi anak normal












 

c.       Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas.






 

d.      Ketergantungan terhadap orang lain










 

e.       Mereka umumnya memiliki sifat yang polos, sederhana dan tanpa banyak masalah.
Mereka seakan-akan tidak memiliki beban bisa dengan mudah menyampaikan perasaan tanpa tahu kasar tidaknya pemakaian kata yang digunakan.
 Raisya termasuk anak yang  aktif, ia samasekali tidak canggung saat bertemu orang baru, bahkan ia tidak segan untuk berkenalan dengan kami. Ia, justru sangat senang menerima kedatangan kami.
    Walaupun tidak dapat berbicara,
tetapi ia dapat mengekspresikannya melalui wajah dan tingkah lakunya, ia dapat bergaul dengan siapapun bahkan dengan anak-anak yang lebih tua dari usianya.


Raisya mengerti jika ia memiliki teman, ia dan kawannya sering berbagi makanan dan alat tulis, namun, ketika mengerjakan soal Raisya sibuk sendiri, dan ketika pekerjaannya selesai lantas kawannya belum dan kawannya menemui kesulitan, ia akan segera menghampirinya dan bermain-main dihadapan kawannya tanpa membantunya.
 Egonya  sama dengan anak mendengar dan tidak lebih dari orang normal.

Karena Raisya masih anak-anak, ia tidak boleh dibiarkan sendiri, namun ia justru sangat penasaran jika berada disuatu tempat dan melihat benda-benda yang menarik perhatiannya.
   Dan karena Raisya adalah anak yang aktif, justru ia perlu dijaga agar ia tidak bertindak semaunya.


Raisya saat ini berusia 6 tahun, ia masih memerlukan bimbingan,  kasih sayang dan perhatian dari kedua orangtuanya, agar pertumbuhan dan perkembangannya normal seperti anak-anak yang lainnya. Raisya sendiri sudah dapat mengenakan pakaian sendiri, walaupun masih harus dibantu merapikan rambut dan dipasangkan tali sepatu. Serta masih harus diantar ke sekolah.

Raisya adalah anak yang cukup polos, dan sederhana. Ia tahu adab sopan santun, misalnya saat ia telah selesai diajar menulis huruf dan angka oleh kami, Raisya langsung berjabat tangan dantersenyum kepada kami, minta pamit dengan melambaikan tangan.
   Begitu pula dengan anak tunarungu yang lain, sebagian besar dari mereka tahu apa makna perkataan yang akan disampaikan walaupun terbatas.


 2.6   Masalah-Masalah yang Dialami Anak Tunarungu
         Masalah-masalah yang dialami anak tunarungu dapat digolongkan sebagai berikut.
1.   Masalah Komunikasi
Masalah ini adalah masalah anak tunarungu yang paling kompleks, masalah ini timbul karena tidak berfungsinya indra pendengaran baik sebagian maupun seluruhnya yang ternyata berakibat fatal dalam kehidupannya. Masalah-masalah lain yang ditimbulkan karena masalah komunkasi diataranya: tingkah laku yag ditandai dengan tekanan emosi, suka marah, kesulitan dalam penyesuaian sosial, perkembangan bahasa yang lambat dan gelisah.
2.    Masalah Pribadi
Masalah ini mencakup permasalahan yang berkaitan dengan masalah kondisi pribadi anak tuarugu, masalah-masalah berkisar pada perasaan tertekan, perasaan ragu-ragu, selalu curiga dan agresif.
3.    Masalah Pengajaran atau Kesulitan Belajar
              Masalah ini berkaitan dengan kesulitan-kesulitan dalam proses belajar-mengajar. Masalah yang timbul dalam proses belajar-mengajar misalnya kesulitan menangkap kata-kata abstrak terutama mengalami kesulitan belajar bidang studi bahasa.
4.   Masalah Penggunaan Waktu Luang
             Dengan beralasan pada kelainan yang dimiliki, anak tunarungu sering membuat waktu luangnya dengan sia-sia tidak sedikitpun kegiatan berguna yang dilakukannya.
5.   Masalah Pembinaan Keterampilan dan Pekerjaan
              Anak tunarungu biasanya memiliki kemampuan akademik terbatas atau terhambat didalam pengembangannya, sehingga membuat dirinya kesulitan dalam mencari pekerjaan dan megakibatkan ia terlalu menggantungkan dirinya pada orang lain.

2.7   Dampak Ketunarunguan Bagi Individu, Keluarga, Masyarakat, dan Penyelenggara pendidikan
              Dampak Ketunarunguan Bagi Individu, Keluarga, Masyarakat, dan Penyelenggara pendidikan adalah sebagai berikut.
1.      Bagi anak tunarungu sendiri
              Anak tunarungu biasaya miskin kosakata sehingga ia akan kesulitan dalam mengartikan kata-kata yang abstrak dan mengandung kiasan, mengalami gangguan bicara, sehingga pada intinya anak tunarungu mengalami gangguan dalam bicara dan berbahasa atau komunikasi.

2.      Bagi keluarga
              Berhasil tidaknya anak tunarungu melaksanakan tugasnya sangat tergantung pada bimbingan dan pengaruh keluarga karena keluarga merupakan faktor terpenting terhadap perkembangan anak terutama anak luar biasa. Biasanya reaksi pertama saat orang tua mengetahui bahwa anaknya menderita tunarungu adalah merasa terpukul dan bingung. Menurut Somantri (2005:101) reaksi-reaksi yang tampak biasanya dapat dibedakan atas bermacam-macam pola, yaitu:
a.     timbulnya rasa bersalah atau berdosa,
b.      orang tua menghadapi cacat anaknya dengan perasaan kecewa karena tidak memenuhi harapannya,
c.     orang tua malu menghadapi kenyataan bahwa anaknya berbeda dari anak-anak lain, dan
d.     orang tua menerima anaknya beserta keadaannya sebagaimana mestinya.
           Sikap orang tua sangat tergantung pada reaksinya terhadap kelainan anaknya itu. Sebagai reaksi dari orang tua atas sikap-sikapnya itu maka:
a.      orang tua ingin menebus dosa dengan cara mencurahkan kasih sayangnya secara berlebih-lebihan pada anaknya,
b.      orang tua biasanya menolak kehadiran anaknya,
c.       orang tua cenderung menyembunyikan anaknya atau menahannya di rumah, dan
d.      orang tua bersikap realistis terhadap anaknya.
             Sikap-sikap orang tua ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan kepribadian anaknya. (Somantri, 2005:101)
3.      Bagi masyarakat
              Pandangan bahwa anak tunarungu tidak dapat berbuat apapun yang umum beredar di masyarakat luas, menyebabkan anak tunarungu sulit memperoleh pekerjaan. Oleh karena itu, masyarakat hendaknya dapat memperhatikan kemampuan yang dimiliki anak tunarungu walaupun hanya merupakan sebagian kecil dari pekerjaan yang telah lazim dilakukan oleh orang normal.
                Hal ini menyebabkan adanya kecemasan pada diri anak tunarngu serta keluarganya, sehingga lembaga pendidikan dianggap tidak dapat berbuat sesuatu karena anak tidak dapat bekerja sebagaimana biasanya.
4.      Bagi penyelenggara pendidikan
                Pendidikan bagi anak tuanrungu sebenarnya tidaklah kurang, karena sudah ada lembaga pendidikan yang khusus menangani mereka seperti sekolah luar biasa (SLB) yang juga biasanya ada asrama bagi anak tunarungu yang tempat tinggalnya berada jauh dari sekolah, namun rupanya usaha itu tidak dapat diandalkan sebagai satu-satunya cara untuk menyekolahkan mereka.
         Menurut Somantri (2005:102) usaha lainnya yang mungkin akan dapat mendorong anak tunarungu dapat bersekolah dengan cepat adalah mereka mengikuti pendidikan pada sekolah normal/biasa dan disediakan program-program khusus bila mereka tidak mampu mempelajari bahan pelajaran seperti anak normal.















BAB III
PENUTUP

3.1         Kesimpulan
      Anak tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengaranya dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak terhadap kehidupannya secara kompleks.
     Penyebab ketunarunguan ada dua yakni faktor dari dalam diri anak yakni: faktor keturunan, penyakit rubella, dan keracunan darah. Sedangkan faktor dari luar diri anak yakni: faktor infeksi saat kelahiran, prematur, miningitis, kecelakaan. Kemudian karakteristik anak tunarungu kurang lebih atau hampir sama dengan anak normal, seperti aspek intelegensi, emosi, sosial dan bahasa hanya mengalami hambatan pada pendengaran yang secara langsung juga berpengaruh pada aspek bicaranya.
 
3.2         Saran
Negara telah mengeluarkan landasan-landasan yuridis formal dan informal dan  memberikan hak-hak kepada warganegara termasuk didalamnya adalah hak bagi penyandang disabilitas dalam hal ini tunarungu.
    Anak tunarungu saat ini sudah mendapat banyak perhatian dari berbagai kalangan bahkan keterbatasan dalam pendengaran mereka tidak membuat mereka putus asa, justru mereka tunjukkan prestasi yang gemilang baik nasional maupun internasional dalam berbagai bidang. Hal ini menunjukkan semangat kreativitas mereka patut diacungi jempol. Oleh karena itu, selayaknya dan seharusnya pemberian pelayanan dan pendidikan khusus untuk anak tunarungu di Indonesia  harus terus dilakukan dengan lebih baik, agar mereka dapat mengembangkan dan mengoptimalkan potensi dan bakatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Dra. Permanarian Somad & Dra. Tati Hernawati. 1995. Ortopedagogik Anak Tunarungu. Bandung : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Ade Ikwal Rizky. 2010. Pengertian Anak Tunarungu

BAB 2 - 08103244025
eprints.uny.ac.id/9894/3/BAB 2 - 08103244025.pdf. Diakses 14 April 2016.

Kahilla. 2009. Sekilas Pengertian Tunarungu

Lena Wanty. 2012. Laporan Hasil Observasi Bimbingan Konseling di SD Negeri 101788Marindal I Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang.

Reni Ernasari. 2013. Karakteristik  dan Masalah Perkembangan Anak Tunarungu













LAMPIRAN

 





   


       



Gambar 1.0
         Foto bersama di halaman depan SLB – B & SLB – C Makassar

                                               










Gambar 1.1  Kegiatan belajar mengajar di kelas bersama dengan anak kelas  II  SDLB

 



                     





Gambar 1.3 
Raisya dan Fatia
Gambar 1.2 
Raisya Febriana Rasyid
 




 














































Gambar 1.9 
Kegiatan belajar mengajar 
di kelas musik
Gambar 2.0 
Kegiatan belajar mengajar
 di kelas TKLB
Gambar 2.1 dan 2.2 
Raisya sedang mengerjakan tugasnya
 































Gambar 2.3, 2.4 dan 2.5
gambar tulisan tangan Raisya
 


























































 












Tidak ada komentar:

Posting Komentar