LAPORAN
HASIL OBSERVASI
DI SLB
– B YPPLB MAKASSAR
Disusun Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“PENDIDIKAN ANAK
TUNARUNGU”
Oleh:
WILDAYATI
(1545041006)
Kelas : A
PENDIDIKAN LUAR
BIASA
FAKULTAS ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI
MAKASSAR
2016
Kata Pengantar
Assalamu alaikum warohmatullohi
wabarokatuh...
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat
Allah Subhanahu wata΄ala, karena berkat
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Hasil Observasi tepat pada
waktunya, laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Pendidikan Anak Tunarungu.
Observasi dilaksanakan pada tanggal 18-19
Maret dan 8-9 April 2016,
bertempat di SLB – B YPPLB Makassar.
Kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu sehingga laporan ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini.
Semoga Laporan ini memberikan informasi
bagi pembaca, mahasiswa dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan
peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh ...
Makassar, 15 April 2016
Wildayati
DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................... i
Kata Pengantar................................................................................................... ii
Daftar Isi.............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1 Latar
Belakang................................................................................................ 1
1.2 Rumusan
Masalah........................................................................................... 2
1.3 Tujuan
Penulisan............................................................................................. 2
1.4 Manfaat
Penulisan........................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 3
2.1
Pengertian Anak Tunarungu............................................................................ 3
2.2
Pengklasifikasian Anak Tunarungu................................................................. 4
2.3
Faktor-faktor Penyebab Ketunarunguan......................................................... 6
2.4 Identitas.......................................................................................................... 8
2.5
Karakteristik Anak Tunarungu........................................................................ 11
2.6
Masalah-masalah yang Dialami Anak Tunarungu........................................... 17
2.7 Dampak Ketunarunguan bagi
Individu, Keluarga, Masyarakat, dan Penyelenggara Pendidikan 18
BAB III PENUTUP............................................................................................ 21
3.1 Kesimpulan...................................................................................................... 21
3.2 Saran................................................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 22
LAMPIRAN........................................................................................................ 23
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Setiap manusia memiliki
keunikan dan karakteristik yang berbeda-beda, memiliki kelebihan dan kekurangan
yang merupakan takdir serta anugerah yang diberikan Tuhan kepada makhluk-Nya.
Di dunia ini tidak ada satu orangpun yang benar-benar sama bahkan anak kembar
identik sekalipun, adanya perbedaan memberikan warna-warni kehidupan dan
membuat dunia ini menjadi lebih indah.
Demikian
pula di lingkungan kita, disamping ada anak-anak pada umumnya (normal) ada pula
anak-anak yang memiliki kekhususan tersendiri, kekhususannya pun berbeda-beda
antara satu dengan yang lain, seperti anak tunarungu dengan keterbatasannya
pada pendengaran.
Pendengaran
sendiri merupakan indera yang sangat penting bagi manusia. Melalui indera
pendengaran, manusia dapat menangkap dan menyadari suara-suara sekelilingnya,
seperti suara orang berbicara, suara musik, suara air mengalir, suara hewan dan
suara-suara lainnya. Pendengaran merupakan media untuk berkomunikasi secara
lisan. Melalui pendengaran kita dapat mendengar dan mengerti pesan yang
disampaikan pembicara.
Demikian
juga kita dapat menerima berbagai informasi, baik tentang hal-hal yang terjadi
di sekitar kita ataupun kejadian-kejadian yang jauh dari tempat kita, baik
melalui media TV, radio, internet dll.
Namun,
lain halnya dengan anak-anak yang mengalami hambatan pada pendengaran
(tunarungu), mereka kurang/tidak mampu menerima berbagai informasi menggunakan
indera pendengarannya. Oleh karena itu, mereka memerlukan pendidikan dan
pelayanan khusus untuk ditangani sesuai
dengan kebutuhannya.
1.2
Rumusan
Masalah
1) Apa
yang dimaksud dengan anak tunarungu?
2) Apa
saja pengklasifikasian tunarungu?
3) Bagaimana
perbandingan antara karakteristik anak tunarungu secara teoritis dan lapangan?
4) Apa
penyebab terjadinya ketunarunguan?
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan laporan sebagai berikut:
1)
Untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Pendidikan Anak Tunarungu.
2)
Untuk mengetahui pengklasifikasian
tunarungu.
3)
Untuk mengetahui perbandingan
karakteristik anak tunarungu secara teoritis dan lapangan.
4)
Untuk mengetahui penyebab terjadinya
ketunarunguan.
1.4. Manfaat
Penulisan
Adapun
manfaat dari penulisan laporan ini sebagai berikut:
1) Bagi Mahasiswa khususnya
Pendidikan Luar Biasa yang nantinya menjadi calon guru, dapat lebih dekat
dengan lingkungan SLB, serta dapat dijadikan bekal dasar pengetahuan dalam memahami pendidikan khusus
yang diberikan pada anak tunarungu.
2) Bagi pembaca, memiliki
wawasan pengetahuan, khususnya pada
ketunarunguan.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Anak Tunarungu
Anak tunarungu merupakan anak yang mempunyai
gangguan pada pendengarannya sehingga tidak dapat mendengar bunyi dengan
sempurna atau bahkan tidak dapat mendengar sama sekali, dengan kata lain anak tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan
atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang
diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran,
sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengaranya dalam kehidupan
sehari-hari yang membawa dampak terhadap kehidupannya secara kompleks.tetapi
dipercayai bahwa tidak ada satupun manusia yang tidak bisa mendengar sama
sekali.
Istilah tunarungu diambil dari
kata “tuna” dan “rungu”, tuna artinya kurang dan rungu artinya pendengaran.Walaupun
sangat sedikit, masih ada sedikit pendengaran yang masih bisa dioptimalkan pada
anak tunarungu tersebut. Berkenaan dengan tunarungu, terutama tentang
pengertian tunarungu terdapat beberapa pengertian sesuai dengan pandangan dan
kepentingan masing-masing.
Menurut Andreas Dwidjosumarto (dalam Sutjihati Somantri, 1996:74)
mengemukakan bahwa: seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara
dikatakan tunarungu. Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu tuli
(deaf) atau kurang dengar (hard of hearing). Tuli adalah anak yang indera pendengarannya mengalami
kerusakan dalam taraf berat sehingga pendengarannya tidak berfungsi lagi.
Sedangkan kurang dengar adalah anak yang
indera pendengarannya mengalami kerusakan, tetapi masih dapat berfungsi untuk
mendengar, baik dengan maupun tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing
aids).
Hallahan
dan Kauffman (1991) serta Hardman (1990, dalam Hernawati 2007) mengemukakan
bahwa orang tuli (a deaf person) adalah seseorang yang mengalami ketidak
mampuan mendengar, sehingga mengalami hambatan dalam memproses informasi bahasa
melalui pendengarannya. Sedangkan orang yang kurang dengar (a hard of hearing)
adalah seorang yang memungkinkan untuk memproses informasi bahasa. Orang dengan
gangguan ini biasanya menggunakan alat bantu dengar. Jika dilihat secara
fisik, anak tunarungu tidak berbeda dengan anak dengar pada umumnya, namun
setelah diajak berkomunikasi barulah diketahui bahwa anak tersebut mengalami ketunarunguan.
Murni Winarsih (2007: 22) mengemukakan bahwa tunarungu adalah suatu
istilah umum yang menunjukkan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai
berat, digolongkan ke dalam tuli dan kurang dengar. Orang tuli adalah yang kehilangan kemampuan mendengar sehingga
menghambat proses informasi bahasa
melalui pendengaran, baik memakai ataupun tidak memakai alat bantu dengar
dimana batas pendengaran yang dimilikinya cukup memungkinkan keberhasilan
proses informasi bahasa melalui pendengaran.
Dari beberapa pengertian dan definisi
tunarungu di atas dapat disimpulkan bahwa anak tunarungu adalah anak yang
memiliki gangguan dalam pendengarannya,baik secara keseluruhan ataupun masih
memiliki sedikit pendengaran. Sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan
khusus untuk menangani kebutuhannya.
2.2
Pengklasifikasian anak Tunarungu
Pada umumnya klasifikasi
anak tunarungu dibagi atas dua golongan atau kelompok besar yaitu tuli dan
kurang dengar. Klasifikasi mutlak diperlukan untuk layanan pendidikan khusus. Hal
ini sangat menentukan dalam pemilihan alat bantu mendengar yang sesuai dengan sedikit
pendengarannya dan menunjang lajunya pembelajaran yang efektif. Dalam
menentukan ketunarunguan dan pemilihan alat bantu dengar serta layanan khusus
akan menghasilkan akselerasi secara optimal dalam mempersepsikan bunyi bahasa
dan wicara.
Klasifikasi anak tunarungu menurut
Samuel A. Kirk :
1) 0 db :
Menunjukan pendengaran yang optimal
2) 0 – 26 db :
Menunjukan seseorang masih mempunyai pendengaran yang optimal
3) 27 – 40 db :
Mempunyai kesulitan mendengar bunyi –
bunyi yang jauh, membutuhkan tempat duduk yang strategis letaknya dan
memerlukan terapi bicara .
( tergolong tunarungu ringan )
4) 41 – 55 db :
Mengerti bahasa percakapan, tidak
dapat mengikuti diskusi kelas, membutuhkan alat bantu dengar dan terapi bicara (
tergolong tunarungu sedang )
5) 56 – 70 db :
Hanya bisa mendengar suara dari jarak
yang dekat, masih punya sedikit pendengaran untuk belajar bahasa dan bicara
dengan menggunakan alat Bantu dengar serta dengan cara yang khusus. (tergolong
tunarungu berat )
6) 71 – 90 db :
Hanya bisa mendengar bunyi yang sangat
dekat, kadang – kadang dianggap tuli, membutuhkan pendidikan khusus yang
intensif, membutuhkan alat bantu dengar dan latihan bicara secara khusu
( tergolong tunarungu berat )
7) 91 db :
Mungkin sadar akan adanya bunyi atau
suara dan getaran, banyak bergantung pada penglihatan dari pada pendengaran
untuki proses menerima informasi dan yang bersangkutan diangap tuli ( tergolong
tunarungu berat sekali ).
Dampak langsung dari ketuna runguan adalah
terhambatnya komunikasi verbal/lisan secara ekspresif melalui bicara maupun
reseptif, yakni memahami pembicaraan orang lain. Salah satu penyebab sederhana
dari tuna wicara adalah gangguan pendengaran yang tidak terdeteksi sejak dini,
sehingga menyebabkan kurangnya stimulisasi bahasa sejak lahir. Hal ini
menyebabkan ketuna runguan diidentikkan dengan tuna wicara. Klasifikasi dalam dunia
pendidikan diperlukan untuk menentukan bagaimana intervensi yang akan dilakukan
lembaga terkait.
2.3 Faktor-faktor Penyebab Ketunarunguan
1. Faktor dalam Diri Anak
Faktor dari dalam diri anak ini ada
beberapa hal yang bisa menyebabkan ketunarunguan, antara lain:
a)
Disebabkan oleh faktor keturunan dari salah satu atau kedua
oeangtuanya yang mengalami ketunarunguan. Banyak kondisi yang genetik yang
berbeda sehingga dapat menyebabkan ketunarunguan. Transmisi yang disebabkan
oleh gen yang dominan represif dan berhubungan dengan jenis kelamin. Meskipun
sudah menjadi pendapat umum bahwa keturunan merupakan salah satu penyebab
ketunarunguan, namun belum ada kepastian berapa persen ketunarunguan yang
disebabkan oleh faktor keturunan, hanya perkiraan (Moores) 1982 adalah 30
sampai 60%.
b)
Ibu yang sedang mengandung menderita penyakit Campak Jerman
(Rubella). Penyakit rubella pada masa kandungan tiga bulan pertama akan
berpengaruh buruk pada janin. Rubella dari pihak ibu merupakan penyebab yang
paling umum dikenal sebagai penyebab ketunarunguan.
c)
Ibu yang sedang mengandung menderita keracunan darah atau
Toxaminia, hal ini bisa mengakibatkan kerusakan pada plasenta yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan janin. Jika hal tersebut menyerang syaraf atau alat-alat
pendengaran, maka anak tersebut akan lahir dalam keadaan tunarungu.
2. Faktor
luar Diri Anak
a) Anak mengalami infeksi pada saat dilahirkan
atau kelahiran. Misal anak terserang Herpes Implex, jika infeksi ini menyerang
alat kelamin ibu dapat menular pada saat anak dilahirkan. Demikian penyakit
kelamin lainnya, dapat ditularkan melalui terusan jika virusnya masih dalam
keadaan aktif. Penyakit-penyakit yang ditularkan oleh ibu kepada anak yang
dilahirkannya dapat menimbulkan infeksi yang dapat menyebabkan kerusakan pada
alat-alat atau syaraf pendengaran.
b) Meningitis atau Radang Selaput Otak
Dari hasil penelitian para ahli tentang
ketunarunguan yang disebabkan karena miningitis antara lain penelitian yang
dilakukan oleh Vermon (1968), sebanyak 8,1%, Ries (1973) melaporkan 4,9%,
sedangkan Trybus (1985) memberikan keterangan sebanyak 7,3%.
c) Otitis Media (Radang telinga bagian tengah)
Otitis Media adalah radang pada telinga
bagian tengah sehingga menimbulkan nanah , dan nanah tersebut mengumpul dan
mengganggu hantaran bunyi. Jika kondisi ini kronis dan tidak segera diobati,
penyakit ini bisa menimbulkan kehilangan pendengaran yang tergolong ringan
sampai sedang. Otitis Media sering terjadi pada masa anak-anak sebelum mencapai
usia 6 tahun. Otitis Media juga dapat ditimbulkan karena infeksi pernapasan
atau pilek dan penyakit anak-anak seperti Campak.
d)
Penyakit lain atau kecelakaan yang dapat mengakibatkan
kerusakan alat-alat pendengaran bagian tengah dan dalam.
2.4 IDENTITAS
Hasil
Observasi di SLB – B YPPLB Makassar
a.
Pelaksanaan
observasi
Hari/tanggal :
Jum’at-Sabtu 18 – 19 Maret
dan 8 – 9 April 2016
Tempat : SLB – B YPPLB
Cendrawasih Makassar
b.
Identitas/profil
sekolah
Nama Sekolah : SLB – B YPPLB Makassar
NPSN : 40313853
N.S.S : 802196001169
Provinsi : Sulawesi Selatan
Otonomi : Kota Makassar
Kecamatan : Mariso
Desa/Kelurahan : Kampung Buyang
Jalan dan Nomor : Cendrawasih I No 226 A
Kode Pos : 90121
Telepon dan Faks : Kode Wilayah : 0411
Nomor : 851889
Daerah : Perkotaan
Status Sekolah : Swasta
Tahun Berdiri : 1958
Tahun Perubahan : 1984
Kegiatan Belajar/Mengajar : Pagi
Bangunan Sekolah : Milik Sendiri
Luas Bangunan : L : 1073 

Jarak ke Pusat Kecamatan : 2 Km
Jarak ke Pusat OTODA : 1 Km
Terletak pada lintasan :
Kabupaten/Kota
Jumlah Keanggotaan Rayon : 4
Organisasi Penyelenggara : Yayasan
c. Identitas Wali kelas TKLB A
Nama : Rukiah
Marhabang, S.Pd.
NIP :
19580123 198312 2 002
Alamat : Jl.
Balang Baru No. 7 Makassar
d. Identitas Siswa
![]() |
Nama : Raisya Febriana Rasyid
Tempat tanggal lahir : Makassar, 12 Februari 2010
NIS : 151601053
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Nama Orangtua
Ayah : Rasyid Ishak Alkaf
Ibu :
Hasniati
Pekerjaan Orangtua :
Ayah : Apoteker
Ibu : Selles Kosmetik
Nama Wali : Hasfiani (Nenek)
Alamat : Jl. Kandea 2 Makassar
Raisya adalah seorang anak
penyandang tunarungu sejak lahir. Menurut penuturan Walinya Ibu Hasfiani, sebelum masuk di SLB – B YPPLB Makassar, ia pernah disekolakan di TK umum bersama
dengan teman-temannya yang mendengar, namun setelah dirasakan tidak adanya
layanan khusus berkenaan dengan ketunarunguannya, orangtuanya menyekolahkan
Raisya di SLB.
Raisya adalah anak pertama
dari pasangan Rasyid Ishak Alkaf dan Hasniati. Mereka baru mengetahui bahwa
anaknya mengalami tunarungu pada saat Raisya berumur 2 tahun, ditandai dengan
ketidakpekaannya dalam mendengar, seperti ketika ibunya hendak memanggil dengan
keras berkali-kali Raisya tidak menggubris, tidak kaget saat ada suara
mendengung, dan tidak mendengar suara-suara benda jatuh.
Saat itulah kedua orangtua
Raisya mulai panik dan seraya membawa Raisya ke dokter, bahkan berkali-kali
mereka membawa Raisya ke beberapa dokter dengan biaya yang tidak murah. Namun,
setelah diperiksa oleh dokter THT Raisya dinyatakan mengalami kerusakan cukup
parah pada telinga kanan bagian dalam, begitupun dengan telinga kiri tetapi
tidak separah telinga kanan secara otomatis Raisya tidak dapat mendengar dan
disertai dengan ketidakmampuan berbicara, walau demikian Raisya masih bisa
sedikit mendengar jika namanya disebut. Raisya masuk dalam kategori tunarungu
sedang.
Saat ini Raisya duduk di
bangku TKLB A SLB – B YPPLB Makassar, setiap hari ia diantar ke sekolah oleh ibu dan neneknya
mengendarai sepeda motor, kemudian ketika jam pulang tiba, Neneknyalah yang
mengantar sang cucu pulang dengan
mengendarai mikrolet (pete-pete).
Raisya tergolong anak yang
cerdas, ia dapat memahami percakapan orang lain, misalnya ketika ditanyai siapa
nama temannya maka ia akan langsung menunjuk ke papan absen yang bertuliskan
nama-nama murid, lalu ia akan menunjukkan siapa nama temannya tersebut. Ia
pandai menulis huruf, angka dan mulai belajar membaca Oral. Seperti pada saat
gurunya memberikan tugas menulis huruf dan angka yang dicontohkan dipapan
tulis, Raisya selalu lebih dulu
menyelesaikan tugasnya dengan baik dan benar, ia pandai dalam menulis, memahami
bacaan tingkat sederhana, perhitungan, mewarnai dan menggambar, namun, Raisya
sedikit hiperaktif, hampir tidak bisa diam, ia kadang-kadang tidak fokus dan
sering menganggap dirinyalah yang terbaik, oleh sebab itu Raisya kadang-kadang
membuat kesalahan pada tugasnya kemudian ia harus memperbaikinya kembali ketika
ia sadar bahwa tulisannya salah sebelum dikumpul kepada guru.
Orangtua Raisya terutama
ibunya sering memberikan pelajaran tambahan padanya setelah pulang sekolah,
bahkan menurut penuturan neneknya, Raisya hampir setiap hari diajar menulis,
membaca, dan menghitung sehingga tak heran Raisya dapat dengan mudah
mengerjakan tugas-tugas yang diberikan gurunya di sekolah.
2.5 Karakteristik Anak Tunarungu
Jika dibandingkan dengan ketunaan
yang lain, ketunarunguan tidak tampak jelas, karena sepintas fisik mereka tidak
kelihatan mengalami kelainan. Tetapi sebagai dampak dari ketunarunguannya, anak
tunarungu memiliki karakteristik yang khas.
Pada umumnya anak tunarungu hanya
mengalami hambatan pada indra pendengarannya yang sedikit besarnya cukup
berpengaruh pada intelegensinya. Seperti yang dialami oleh Raisya gadis kecil
yang cantik ini, meskipun ia mengalami ketunarunguan, namun tidak terlalu berpengaruh
dalam proses pembelajarannya, bahkan Raisya menunjukkan prestasi belajar yang
baik bahkan hampir sama dengan anak-anak normal sesuai dengan usianya.
Berikut ini diuraikan karakteristik anak tunarungu dilihat dari segi
intelegensi, bahasa dan bicara, emosi serta sosial secara teoritis dan lapangan.
a. Karakteristik secara teoritis
1.
Karakteristik Dalam Segi
Intelegensi
Pada dasarnya kemampuan anak tunarungu sama
dengan anak-anak yang normal penglihatannya. Mereka ada yang intelegensinya
tinggi, rata-rata adapula yang rendah.
Pada umumnya anak tunarungu memiliki
intelegensi normal atau rata-rata, akan tetapi karena perkembangan intelegensi
sangat dipengaruhi oleh perkembangan bahasa, maka anak tunarungu akan
menampakkan intelegensi yang rendah disebabkan oleh kesulitan memahami
bahasa. Perkembangan intelegensi
anak tunarungu tidak sama cepatnya dengan anak yang mendengar karena anak
mendengar belajar lebih banyak dari apa yang pernah didengarnya, misalnya
cerita ibu tentang kota, acara-acara menarik di televisi dan sebagainya. Anak
menyerap dari segala sesuatu yang didengarnya. Sedangkan hal tersebut tidak
terjadi pada anak tunarungu.
2.
Karakteristik dalam segi
Bahasa dan Bicara
Kemampuan berbicara dan bahasa anak
tunarungu berbeda dengan anak yang mendengar, hal ini disebabkan perkembangan
bahasa sangat erat kaitannya dengan kemampuan mendengar.
Perkembangan bahasa dan bicara anak
tunarungu sampai pada masa meraban (bunyi ujar anak yang berusia 5-8 bulan)
tidak mengalami hambatan karena meraban merupakan kegiatan alami pernafasan dan
pita suara. Setelah masa meraban perkembangan bahasa dan bicara anak tunarungu
terhenti. Pada masa meniru anak tunarungu terbatas pada peniruan yang sifatnya
visual yaitu gerak dan isyarat. Perkembangan bicara selanjutnya pada anak
tunarungu memerlukan pembinaan secara khusus dan intensif, sesuai dengan taraf
ketunarunguan dan kemampuan-kemampuan yang lain.
Bahasa adalah alat berfikir dan sarana
utama seseorang untuk berkomunikasi, untuk saling menyampaikan ide, konsep dan
perasaannya, serta termasuk didalamnya kemampuan untuk mengetahui makna kata
serta aturan atau kaidah bahasa serta penerapannya.
Karena anak tunarungu tidak bisa
mendengar bahasa, kemampuan berbahasanya tidak akan berkembang bila ia tidak
dididik atau dilatih secara khusus. Akibat dari ketidakmampuannya dibandingkan
dengan anak yang mendengar dengan usia yang sama, maka dalam perkembangan
bahasanya akan cukup tertinggal.
3.
Karakteristik dalam Segi
Emosional dan Sosial
Ketunarunguan dapat
mengakibatkan terasingnya individu dari pergaulan sehari-hari, yang berarti
mereka terasing dari pergaulan atau aturan sosial yang berlaku dalam masyarakat
dimana ia hidup. Keadaan ini menghambat perkembangan kepribadian anak menuju
kedewasaan. Akibat dari keterasingan tersebut dapat menimbulkan efek-efek
negatif:
a) Egontrisme yang melebihi anak normal
Daerah pengamatan anak tunarungu lebih kecil jika
dibandingkan dengan anak yang mendengar. Daerah penglihatan jauh lebih sempit
jika dibandingkan dengan daerah pengamatan pendengaran. Untuk mereka yang
mengalami ketunarunguan yang ringan (kurang dengar), mereka masih mampu untuk
memasukkan “dunia luar” ke dalam dirinya walaupun dengan intensitas yang kecil.
Anak tunarungu
mendapat sebutan “pemata” karena pendengarannya tidak dapat menolong mereka
dalam belajar bahasa, maka anak tunarungu mempelajari lingkungan dengan mata.
Karena besarnya peranan penglihatan dalam pengamatan sifatnya akan selalu menarik
dirinya ke suatu obyek yang ia ingin lihat dan bahkan kadang-kadang mereka
ingin memilikinya, hal inilah yang menambah egosentrisme anak tunarungu.
b) Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas
Anak tunarungu mengalami perasaan takut ketika dirinya
berada dilingkungan yang lebih luas. Hal ini disebabkan karena mereka sering
merasa kurang menguasai keadaan yang diakibatkan oleh pendengarannya yang
terganggu.
c) Ketergantungan terhadap orang lain
Sikap
ketergantungan terhadap orang lain atau terhadap apa yang sudah dikenalnya
dengan baik, merupakan gambaran bahwa mereka sudah putus asa dan selalu mencari
bantuan serta bersandar pada orang lain.
d) Perhatian mereka lebih sukar dialihkan
Suatu hal yang biasa terjadi pada anak tunarungu ialah
menunjukkan keasyikan bila mengerjakan sesuatu, apalagi jika ia menyukai benda
atau pandai mengerjakan sesuatu. Kesempitan berbahasa menyebabkan kesempitan
berfikir seseorang. Alam pikiran mereka selamanya terpaku pada hal-hal yang
sifatnya kongkrit, seluruh perhatiannya tertuju pada sesuatu dan sukar
melepaskannya karena mereka tidak mempunyai kemampuan lain. Anak tunarungu
sukar dalam memikirkan hal-hal abstrak.
e) Mereka umumnya memiliki sifat yang polos, sederhana, dan
tanpa banyak masalah
Mereka seakan-akan tidak mempunyai beban, bisa dengan mudah
menyampaikan perasaan dan apa yang difikirkannya kepada orang lain tanpa
memandang bermacam-macam segi yang mungkin akan menghalanginya. Anak tunarungu
hampir tidak menguasai sesuatu ungkapan dengan baik, sehingga ia akan
mengatakan langsung apa yang dimaksudkannya. Perasaan anak tunarungu biasanya
dalam keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa.
b. Perbandingan karakteristik secara teoritis dan lapangan
Aspek yang dinilai
|
Teoritis
|
Fakta di Lapangan
|
Intelegensi
|
Kemampuan intelegensi Anak
tunarungu hampir sama dengan anak “normal”, Anak tunarungu akan mempunyai
prestasi lebih rendah jika dibandingkan dengan anak mendengar untuk materi
pelajaran yang diverbalisasikan. Tetapi untuk materi yang tidak
diverbalisasikan , prestasi anak tunarungu seimbang dengan anak mendengar.
|
Kemampuan intelegensi anak tunarungu kurang
lebih sama dengan anak normal, diantara mereka ada yang cerdas, rata-rata dan
dibawah rata-rata.
Raisya memiliki tingkat kecerdasan yang
hampir sama dengan anak normal, ia dapat menulis, meniru huruf dan membaca
meski baru belajar. Kemampuannya bisa dikatakan lebih diatas dari
teman-temannya yang lain.
Namun, untuk pelajaran yang dibahasakan
Raisya kurang tanggap menerima pelajaran tersebut
|
Bahasa dan Bicara
|
Perkembangan bahasa anak
tunarungu tidak berkembang sesuai usianya.
Perkembangan bicara anak
terhenti setelah masa meraban.
|
Raisya mengerti jika
diperintah menggunakan oral maupun bahasa isyarat. Misalnya jika ia disuruh
menulis angka delapan, ia akan mengerti dan menulisnya walaupun terkadang
responnya sedikit lambat.
Raisya sama sekali tidak bisa mengatakan
kalimat apapun, hanya bisa bersuara-suara keras tanpa dimengerti apa
maksdunya, tetapi ekspresi wajah serta gerakan tangannya akan membantu orang
yang melihat untuk memahami apa yang diinginkannya.
|
Emosi dan Sosial
Emosi dan Sosial
Emosi dan Sosial
|
a.
Ketunarunguan yang dimiliki anak, membuat mereka terasing
dari pergaulan sehari-hari.
b.
Egonsentrisme yang melebihi anak normal
![]()
c.
Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas.
![]()
d.
Ketergantungan terhadap orang lain
![]()
e.
Mereka umumnya memiliki sifat yang polos, sederhana dan
tanpa banyak masalah.
Mereka seakan-akan tidak
memiliki beban bisa dengan mudah menyampaikan perasaan tanpa tahu kasar
tidaknya pemakaian kata yang digunakan.
|
Raisya termasuk anak yang aktif, ia samasekali tidak canggung saat
bertemu orang baru, bahkan ia tidak segan untuk berkenalan dengan kami. Ia,
justru sangat senang menerima kedatangan kami.
Walaupun tidak dapat berbicara,
tetapi ia dapat mengekspresikannya
melalui wajah dan tingkah lakunya, ia dapat bergaul dengan siapapun bahkan
dengan anak-anak yang lebih tua dari usianya.
Raisya mengerti jika ia
memiliki teman, ia dan kawannya sering berbagi makanan dan alat tulis, namun,
ketika mengerjakan soal Raisya sibuk sendiri, dan ketika pekerjaannya selesai
lantas kawannya belum dan kawannya menemui kesulitan, ia akan segera
menghampirinya dan bermain-main dihadapan kawannya tanpa membantunya.
Egonya
sama dengan anak mendengar dan tidak lebih dari orang normal.
Karena Raisya masih
anak-anak, ia tidak boleh dibiarkan sendiri, namun ia justru sangat penasaran
jika berada disuatu tempat dan melihat benda-benda yang menarik perhatiannya.
Dan karena Raisya adalah anak yang aktif,
justru ia perlu dijaga agar ia tidak bertindak semaunya.
Raisya saat ini berusia 6
tahun, ia masih memerlukan bimbingan,
kasih sayang dan perhatian dari kedua orangtuanya, agar pertumbuhan
dan perkembangannya normal seperti anak-anak yang lainnya. Raisya sendiri
sudah dapat mengenakan pakaian sendiri, walaupun masih harus dibantu
merapikan rambut dan dipasangkan tali sepatu. Serta masih harus diantar ke
sekolah.
Raisya adalah anak yang
cukup polos, dan sederhana. Ia tahu adab sopan santun, misalnya saat ia telah
selesai diajar menulis huruf dan angka oleh kami, Raisya langsung berjabat
tangan dantersenyum kepada kami, minta pamit dengan melambaikan tangan.
Begitu pula dengan anak tunarungu yang
lain, sebagian besar dari mereka tahu apa makna perkataan yang akan
disampaikan walaupun terbatas.
|
2.6 Masalah-Masalah yang Dialami Anak
Tunarungu
Masalah-masalah yang dialami anak tunarungu dapat digolongkan sebagai
berikut.
1. Masalah Komunikasi
Masalah ini adalah masalah anak tunarungu yang
paling kompleks, masalah ini timbul karena tidak berfungsinya indra pendengaran
baik sebagian maupun seluruhnya yang ternyata berakibat fatal dalam
kehidupannya. Masalah-masalah lain yang ditimbulkan karena masalah
komunkasi diataranya: tingkah laku yag ditandai dengan tekanan emosi, suka
marah, kesulitan dalam penyesuaian sosial, perkembangan bahasa yang lambat dan
gelisah.
2. Masalah
Pribadi
Masalah ini mencakup permasalahan yang
berkaitan dengan masalah kondisi pribadi anak tuarugu, masalah-masalah berkisar
pada perasaan tertekan, perasaan ragu-ragu, selalu curiga dan agresif.
3. Masalah
Pengajaran atau Kesulitan Belajar
Masalah ini
berkaitan dengan kesulitan-kesulitan dalam proses belajar-mengajar. Masalah
yang timbul dalam proses belajar-mengajar misalnya kesulitan menangkap
kata-kata abstrak terutama mengalami kesulitan belajar bidang studi bahasa.
4.
Masalah Penggunaan Waktu Luang
Dengan beralasan
pada kelainan yang dimiliki, anak tunarungu sering membuat waktu luangnya
dengan sia-sia tidak sedikitpun kegiatan berguna yang dilakukannya.
5. Masalah
Pembinaan Keterampilan dan Pekerjaan
Anak
tunarungu biasanya memiliki kemampuan akademik terbatas atau terhambat didalam
pengembangannya, sehingga membuat dirinya kesulitan dalam mencari pekerjaan dan
megakibatkan ia terlalu menggantungkan dirinya pada orang lain.
2.7 Dampak
Ketunarunguan Bagi Individu, Keluarga, Masyarakat, dan Penyelenggara pendidikan
Dampak Ketunarunguan Bagi
Individu, Keluarga, Masyarakat, dan Penyelenggara pendidikan adalah sebagai
berikut.
1. Bagi
anak tunarungu sendiri
Anak
tunarungu biasaya miskin kosakata sehingga ia akan kesulitan dalam mengartikan kata-kata
yang abstrak dan mengandung kiasan, mengalami gangguan bicara, sehingga pada
intinya anak tunarungu mengalami gangguan dalam bicara dan berbahasa atau
komunikasi.
2. Bagi
keluarga
Berhasil tidaknya anak tunarungu
melaksanakan tugasnya sangat tergantung pada bimbingan dan pengaruh keluarga
karena keluarga merupakan faktor terpenting terhadap perkembangan anak terutama
anak luar biasa. Biasanya reaksi pertama saat orang tua mengetahui bahwa
anaknya menderita tunarungu adalah merasa terpukul dan bingung. Menurut
Somantri (2005:101) reaksi-reaksi yang tampak biasanya dapat dibedakan atas
bermacam-macam pola, yaitu:
a. timbulnya
rasa bersalah atau berdosa,
b. orang tua
menghadapi cacat anaknya dengan perasaan kecewa karena tidak memenuhi
harapannya,
c. orang tua malu
menghadapi kenyataan bahwa anaknya berbeda dari anak-anak lain, dan
d. orang tua menerima
anaknya beserta keadaannya sebagaimana mestinya.
Sikap orang tua sangat tergantung
pada reaksinya terhadap kelainan anaknya itu. Sebagai reaksi dari orang tua
atas sikap-sikapnya itu maka:
a. orang tua
ingin menebus dosa dengan cara mencurahkan kasih sayangnya secara
berlebih-lebihan pada anaknya,
b. orang tua biasanya menolak kehadiran
anaknya,
c. orang tua cenderung menyembunyikan anaknya
atau menahannya di rumah, dan
d. orang tua bersikap realistis terhadap
anaknya.
Sikap-sikap orang tua ini
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan kepribadian anaknya.
(Somantri, 2005:101)
3. Bagi
masyarakat
Pandangan bahwa anak tunarungu
tidak dapat berbuat apapun yang umum beredar di masyarakat luas, menyebabkan
anak tunarungu sulit memperoleh pekerjaan. Oleh karena itu, masyarakat
hendaknya dapat memperhatikan kemampuan yang dimiliki anak tunarungu walaupun
hanya merupakan sebagian kecil dari pekerjaan yang telah lazim dilakukan oleh
orang normal.
Hal ini menyebabkan adanya kecemasan pada
diri anak tunarngu serta keluarganya, sehingga lembaga pendidikan dianggap
tidak dapat berbuat sesuatu karena anak tidak dapat bekerja sebagaimana
biasanya.
4. Bagi
penyelenggara pendidikan
Pendidikan
bagi anak tuanrungu sebenarnya tidaklah kurang, karena sudah ada lembaga pendidikan
yang khusus menangani mereka seperti sekolah luar biasa (SLB) yang juga
biasanya ada asrama bagi anak tunarungu yang tempat tinggalnya berada jauh
dari sekolah, namun rupanya usaha itu tidak dapat diandalkan sebagai
satu-satunya cara untuk menyekolahkan mereka.
Menurut Somantri (2005:102) usaha lainnya yang mungkin akan dapat
mendorong anak tunarungu dapat bersekolah dengan cepat adalah mereka mengikuti
pendidikan pada sekolah normal/biasa dan disediakan program-program khusus bila
mereka tidak mampu mempelajari bahan pelajaran seperti anak normal.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Anak tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan
atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang
diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran,
sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengaranya dalam kehidupan
sehari-hari yang membawa dampak terhadap kehidupannya secara kompleks.
Penyebab ketunarunguan ada dua yakni
faktor dari dalam diri anak yakni: faktor keturunan, penyakit rubella, dan
keracunan darah. Sedangkan faktor dari luar diri anak yakni: faktor infeksi
saat kelahiran, prematur, miningitis, kecelakaan. Kemudian karakteristik anak
tunarungu kurang lebih atau hampir sama dengan anak normal, seperti aspek
intelegensi, emosi, sosial dan bahasa hanya mengalami hambatan pada pendengaran
yang secara langsung juga berpengaruh pada aspek bicaranya.
3.2
Saran
Negara
telah mengeluarkan landasan-landasan yuridis formal dan informal dan memberikan hak-hak kepada warganegara termasuk
didalamnya adalah hak bagi penyandang disabilitas dalam hal ini tunarungu.
Anak tunarungu saat ini sudah mendapat
banyak perhatian dari berbagai kalangan bahkan keterbatasan dalam pendengaran
mereka tidak membuat mereka putus asa, justru mereka tunjukkan prestasi yang
gemilang baik nasional maupun internasional dalam berbagai bidang. Hal ini
menunjukkan semangat kreativitas mereka patut diacungi jempol. Oleh karena itu,
selayaknya dan seharusnya pemberian pelayanan dan pendidikan khusus untuk anak
tunarungu di Indonesia harus terus
dilakukan dengan lebih baik, agar mereka dapat mengembangkan dan mengoptimalkan
potensi dan bakatnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Dra. Permanarian Somad
& Dra. Tati Hernawati. 1995. Ortopedagogik
Anak Tunarungu. Bandung : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Ade
Ikwal Rizky. 2010. Pengertian Anak Tunarungu
BAB 2 - 08103244025
eprints.uny.ac.id/9894/3/BAB
2 - 08103244025.pdf. Diakses 14 April 2016.
Kahilla.
2009. Sekilas Pengertian Tunarungu
Lena
Wanty. 2012. Laporan Hasil Observasi Bimbingan Konseling di SD Negeri
101788Marindal I Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang.
http://lenawanty-ctoepang.blogspot.co.id/ . Diakses 14 April 2016.
Reni
Ernasari. 2013. Karakteristik dan
Masalah Perkembangan Anak Tunarungu
http://pendidikan-tunarungu-re-desember-re-karakteristik-dan-perkembangan-anak-tunarungu.html.
Diakses 14 April 2016.
LAMPIRAN

Gambar 1.0
Foto bersama di halaman depan SLB – B
& SLB – C Makassar

Gambar
1.1 Kegiatan belajar mengajar di kelas
bersama dengan anak kelas II SDLB
![]() |
|||
![]() |
|||
![]() |
|||
![]() |
![]() |
|||||||
![]() |
|||||||
![]() |
|||||||
![]() |
![]() |
|||||||||||
![]() |
![]() |
||||||||||
![]() |
![]() |
||||||||||
![]() |
![]() |
|||||||
![]() |
|||||||
![]() |
|||||||
![]() |